JAWARA PROPERTI – Tanah petok D merupakan istilah umum dalam dunia properti di Indonesia.
Istilah tersebut merujuk pada bidang tanah yang dokumen kepemilikannya masih berstatus petok D.
Tanah petok D masih banyak ditemukan di Indonesia, terutama tanah-tanah yang berada di kawasan pedesaan.
Namun, yang patut diketahui, tanah petok D tergolong sebagai bidang tanah yang tidak bersertifikat, sehingga status kepemilikannya terbilang lemah.
Namun, tanah petok D masih bisa diperjualbelikan.
Hanya saja, jika berniat membeli tanah tersebut, Anda wajib mengonversi hak kepemilikannya menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).
Mengapa demikian? Nah, untuk mengetahui jawaban lengkapnya, yuk simak ulasan mengenai petok D di bawah ini!
Seperti yang telah disebutkan di atas, tanah berstatus petok D masih banyak beredar di kawasan pedesaan.
Hal tersebut disebabkan karena pada zaman dahulu, petok D diakui sebagai bukti kepemilikan seseorang atas bidang tanah.
Petok D adalah surat keterangan pemilikan tanah dari kepala desa dan camat.
Pada saat itu, dokumen ini memiliki kedudukan yang sama dengan sertifikat tanah yang ada saat ini.
Akan tetapi, setelah terbitnya UU No.5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, petok D tidak lagi diakui sebagai bukti kepemilikan atas tanah/bangunan.
Setelah terbitnya UUPA, bukti kepemilikan tanah yang diakui sesuai hukum Indonesia adalah sertifikat.
Dokumen ini berubah fungsi menjadi alat bukti pembayaran pajak tanah ke kantor Direktorat Iuran Pembangunan Daerah atau IPEDA.
Maka itu, jika tertarik membeli bidang tanah berstatus petok D, maka Anda wajib mengonversinya menjadi SHM.
Tujuannya agar kepemilikan properti tersebut diakui menurut hukum Indonesia.
Petok D sendiri hanya berfungsi sebagai bukti permulaan untuk mendapatkan tanda bukti hak atas tanah secara yuridis, yaitu SHM.
Tata cara dan syarat mengubah petok D ke SHM, telah diatur secara jelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengenai Pendaftaran Tanah.
Dalam beleid tersebut, disebutkan bahwa pengurusan petok D ke SHM dapat dilakukan di Kantor Kelurahan/Desa, yang dilanjutkan ke kantor ATR/BPN setempat.
Agar lebih jelas, berikut alur konversi Petok D ke SHM.
Di kantor kelurahan atau desa, Anda harus membuat surat keterangan tanah tidak sengketa yang ditandatangani pejabat terkait.
Penandatanganan surat baiknya turut melibatkan pejabat RT dan RW, serta tokoh masyarakat setempat.
Selain membuat surat keterangan tanah tidak sengketa, dokumen lain yang harus diurus antara lain riwayat tanah dan surat keterangan penguasaan tanah.
Setelah mengurus berkas-berkas di kantor kelurahan atau desa, Anda bisa menyambangi kantor ATR/BPN setempat untuk melakukan pendaftaran tanah.
Tahapan pengurusannya adalah sebagai berikut:
Nah, untuk mempermudah pengukuran, disarankan Anda menandai batas tanah dengan patok.
Setelah mengikuti tahap demi tahap di atas, selanjutnya Anda tinggal menunggu sampai sertifikat terbit dan petok D berubah menjadi SHM.
Untuk mengurus petok D ke SHM, memerlukan beberapa komponen biaya.
Besaran biaya pun akan bergantung pada luas tanah atau lahan yang dimiliki.
Komponen biaya tersebut, meliputi:
Untuk menghitung biaya pengukuran tanah dan biaya panitia penilai A, simak uraian berikut ini:
Untuk luas tanah di bawah 10 hektare (10.000 meter persegi), rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:
TU = (L/500 x HSBKpa – Harga satuan biaya khusus kegiatan pengukuran) + Rp100.000.
Untuk menghitung biaya panitia penilai A, gunakan rumus berikut ini:
TPA = (L/500 x HSBKpa – Harga satuan biaya khusus panitia penilai A) + Rp350.000.
Perbedaan letter C dan petok D terletak pada statusnya.
Letter C mempunyai status sebagai buku register pertanahan, sementara petok D merupakan surat yang menunjukkan ha katas tanah tersebut.
Jawabannya bisa, tetapi supaya pengajuan mengubah petok D ke SHM lebih lancar, siapkan beberapa dokumen berikut ini terlebih dahulu:
Paling tidak proses petok D ke SHM membutuhkan 60 hari kerja.
Waktu pembuatan 60 hari kerja menjadi tolok ukur untuk memastikan, bahwa tidak ada pihak yang keberatan dengan permohonan mengubah petok D tersebut menjadi SHM.
Petok D dapat dijadikan sebagai jaminan dalam pemberian suatu kredit, tetapi kedudukannya hanya sebagai jaminan tambahan saja.
Demikianlah informasi mengenai petok D yang penting untuk diketahui.
Punya pertanyaan seputar properti? Yuk, ngobrol di Teras Jawara
Perum Pondok Mutiara, Jl. Nyi Gede Cangkring, Tegalsari Plered Kab. Cirebon, 45154 | |
0811202771 | |
info@jawaraproperti.co.id |
Leave a Comment